![]() |
Eep Saefulloh Fatah, MA (CEO PolMark Indonesia) |
BOGOR – Sekolah Kepemimpinan Bangsa mengadakan Pelatihan School for Nation Leader (SNL) dengan tema “Pemimpin Muda denganJati Diri Ke-Indonesiaan”, pada 14 – 20 April 2015, di Kawasan Wisata Djampang, Bogor, yang diikuti oleh puluhan perwakilan aktivis mahasiswa dari 40 kampus dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Pada satu sesi materi “Dinamika Politik Era Jokowi-JK” menghadirkan Eep Saefulloh Fatah (Pengamat Politik dan CEO PolMark Indonesia). Di awal presentasinya Eep Saefulloh menceritakan tentang inspirasi perjuangan politik para tokoh dunia yang ia kagumi.
“Nelson Mandela mantan Presiden Afrika Selatan pernah berkata bahwa berkuasa atau tidak berkuasa itu bisa sama saja nilainya. Seorang presiden yang ketika berkuasa tidak menjaga integritasnya maka ia tidak punya kemuliaan”.
“Saya kagum dengan Bung Hatta ketika ia membuat pledoi pembelaan yang berbunyi hanya ada satu tanah airku, dimana tanah air itu hanya tumbuh dengan tindakan nyata yang kita perbuat”, ungkapnya.
Terkait dengan 100 hari masa pemerintahan Jokowi-JK, Eep Saefulloh memberikan penilaian dengan skor akhir 560 dari skala 170-850, yang berarti kondisi pemerintahan Jokowi-JK dinilai cukup baik walau masih terdapat beberapa catatan merah.
“Terdapat beberapa catatan merah seperti dalam isu pemilihan Kapolri dan pengendalian konflik KPK vs POLRI. Selain itu juga penilaian negatif juga diberikan dalam isu penunjukkan anggota Wantimpres dan perampingan birokrasi pemerintahan”, ungkap CEO PolMark Indonesia tersebut.
“Di sisi lain ada juga kebijakan yang dinilai positif seperti penegakan hukum di laut, penarikan subsidi bahan bakar minyak, pembentukan satgas anti mafia migas dan reformasi perizinan usaha dan investasi”, tegasnya.
Eep Saefulloh menjelaskan bahwa Jokowi harus beradaptasi cepat dan belajar banyak, karena banyak hal yang dituntut publik dari Jokowi sebagai presiden, “Ada hukum alam yang tidak bisa dilawan, menjadi presiden adalah sesuatu yang berbeda dengan menjadi gubernur atau walikota. Jika tidak belajar cepat Jokowi akan ketinggalan”.
“Pada saat menjadi presiden kerja Jokowi terlihat tidak begitu terstruktur, hal ini berbeda ketika ia menjadi gubernur atau walikota. Saat ini Jokowi bersikap terlalu simbolik”, tegas Direktur Eksekutif Sekolah Demokrasi Indonesia tersebut.
Di akhir pemaparannya Eep Saefulloh menyebutkan bahwa informasi yang tidak tepat dari orang-orang di sekitar pemimpin dapat membuat penglihatan pemimpin akan masalah riil menjadi kabur.
“Jokowi memiliki problem serius, dimana ia tidak boleh berorientasi pada kepuasan voters semata, serta memiliki ilusi bahwa ia merasa selalu dicintai orang banyak”, pungkasnya.
Recent Comments